About Me

My Photo
Fitri Nusya
a sanguine girl. an art, cat, and culinary enthusiast.
View my complete profile

Followers

PITRINUSYA2011. Powered by Blogger.
Saturday, August 13, 2011

Bismillah^^

Yippi!
Udah lama nih nggak terjun ke dapur pagi-pagi. Lama tak menyapa ulekan, talenan, pisau, penggorengan, dan kawan-kawannya. Kemana aja kemarin-kemarin? Hehe, ngemong mahasiswa ^__^

Sekarang, (gulung lengan baju) kita akan bikin Setup Telur!
Setup Telur ini adalah salah satu menu superpraktis yang jadi andalan pitri. Kalau bahan-bahan terbatas, waktu mepet, kepingin yang seger, dan cepet, ya bikin si Setup ini. Gampang banget kok.. mulai dari bahan sampai makannya. Hehe, giliran makannya aja, gampang..

Oke, ini dia bahannya:
1 buah telur. Boleh telur ayam, bebek, asal jangan telur asin.
1 bawang merah
1 bawang putih
5 cabe rawit (sesuai kemampuan perut)
1/2 sdt garam
2 gelas air

-> biar ramai, sehat, dan lebih enak, boleh ditambah sawi, baso, dan lain-lain.

Let's make some act..

1. iris bawang merah dan putih, juga cabe rawit
2. Panaskan minyak di wajan, oseng bawang dan cabe sebentar
3. Masukan tim hore (sawi atau baso dll) sampai matang dan layu
4. Tuang 2 gelas air
5. Ceplok telur. Jangan diaduk, biarkan terebus sampai matang.
6. Jangan lupa garam dan bumbu penyedap kalau suka..
7. Angkat.

Hmm, enaknya dimakan pas masih hangat.. pakai nasi biar kenyang.. Apalagi kalau cuaca dingin dan hujan. Hmm..
Nikmat juga buat sahur, jadinya perut nggak mual.. ringkas lagi. Kalo buat saya yang suka ditinggal sahur sama orang-orang rumah (lantaran bangunnya belakangan, mengakhirkan sahur gitu loh ^^), terus makanan udah pada ludes des, ya inilah menu andalan ..

Manchap! rate *****

postheadericon Rasa Aman (yang menipu)

Rata-rata orang, lebih mengambil pilihan untuk memiliki hidup yang aman dan tenang. Atas nama privasi, privillage, dan apalah namanya itu. Aman, yaitu segala yang ia butuhkan terlindung, dan atau berada pada area jangkauan tangan. Aman, bebas, jauh, tak tersentuh ancaman apapun yang bisa membahayakan eksistensi mereka.

Meskipun ada golongan lain yang menyukai segala macam tantangan, bahaya, aliran adrenalin di pembuluh syaraf mereka, namun pada dasarnya aman adalah prioritas mereka. Hmm, nggak ada kan orang main bungee jumping tanpa pengaman, atau naik rollercoster dengan kunci pengaman terbuka. Dilakukan persiapan-persiapan teliti untuk memastikan, bahwa sebenarnya mereka aman.

Rasa aman tak selamanya mengamankan kita secara berwujud. Justru lebih berbahaya. Rasa aman yang menipu, dimana semuanya terlihat baik-baik saja, terlihat sempurna, dan tanpa cela. jika kita merasa aman dari adzab Allah , misalnya. Patut dipertanyakan darimana rasa aman itu.

Maka, keluarlah dari zona aman. Masih banyak dimensi hidup yang belum terjamah, sesuatu yang terlihat berbeda saat dipandang dari teropong di dalam zona aman. Keluar dari zona aman, rasakan bagaimana Allah mengajarimu dan menuntunmu melalui cobaan, kepedihan, dan hantaman masalah. Rasakan ketakutannya, ketegangannya. Asah mental dan raga dengan tumbukan di berbagai sisi. Layaknya bola tenis, semakin kuat kita membantingnya, semakin tinggi ia melambung. Ia mengembalikan daya banting tersebut dengan lambungan, bantahan, reaksi yang melampaui sakit bantingannya.

Rasa aman dan nyaman karenanya seringkali menipu. Saat mengira kita akan baik-baik saja, justru banyak ancaman yang mengintai di tempat kita duduk diam. Saat mengira kita akan tumbuh besar dengan aman dan terjaga, sesungguhnya kita hanya tumbuh sebatas pagar aman yang menjaga kita. Saat diluar sana begitu bising dan liar, lalu kita memilih mendekam di balik arena dan nyaman dalam aman, sesungguhnya kita melewatkan banyak hal berharga yang mungkin tak akan lewat untuk kedua kalinya.. Life is short, life is for once, life is adventure (jadi ngiklan dah ^^)

Sooo.. bangun, dan singkap selimut yang membatasi mata telingamu. Buka jendela lebar-lebar, dengarkan riuhnya, nikmati arusnya, rasakan hidupnya.. mari keluar zona aman. Asal nggak keluar dari zona syari'at..


Sunday, August 7, 2011

postheadericon Sudahkah saya ikhlas?

“Is?”

“Emm?”

“Apakah engkau punya waktu sebentar?”

“Mmm, tentu, jika itu untukmu..”

“Bersyukurnya diriku dianugrahkan sahabat sepertimu, Is.”

“Memangnya aku tidak? Walaupun kau bawel, cerewet, dan jail.hihi”

“Haha.. Emm,Is, boleh kita serius sekarang?”

“Hmm, ya, ya, maafkan aku. Nah, ada apa Na?”

“Aku capek, Is.”

“Hmm??”

“Aku lelah. Lebih baik aku mundur teratur.”

“Hei, ada apa ukhti??”

“Aku merasa tak mampu lagi mengemban amanah ini. Aku merasa diriku belum ahsan.. aku ..aku..aku takut kaburo maqtan, Is..”


“…..”

“Aku bicara begini dan begitu kepada peserta kajian, adik-adik mentor, bahkan pada teman-teman yang belum fahim. Mengulas hadist, mengutip ayat Al Qur’an. Mengatakan yang ini haram, sementara yang itu wajib. Membungkus auratku dengan jilbab panjang, dipermanis dengan manset dan kaus kaki. Sungguh lengkap hijab zhahirku. Tapi, hatiku Is.. tak jarang hati ini berangan-angan akan wajah si Akhi. Bahkan berandai-andai jikalau aku menjadi pendampingnya kelak..

“Na.. ..“

“Aku tak kuat Is! Walaupun mbak kita selalu berkata, da’i da’iyah itu takkan aman dari cobaan, fithnah dan gunjingan. Namun, apakah aku pantas disebut da’iyah? aku selalu berdo’a disetiap sujudku, agar Allah swt memberikan jalan lurus bagiku serta keistiqomahan di jalan ini. Namun, aku sadar bahwa ikhtiar itu hanya lisan semata! Seringkali aku terkapar lemah oleh nafsu dan kemalasan.. Hu..hu..”

“Hush..sudahlah Na, ayolah, hapus air matamu..”

“Sungguh,Is, dalam beberapa kesempatan kau pasti mendengar saat aku mengulas materi tentang Ikhlas dan riya’. Lancar sekali teori2 yang kupaparkan, tak ketinggalan dalil-dalilnya. Nyatanya, Is, aku kerap menghitung-hitung dahulu apa keuntungan duniawi yang dapat ku ambil saat aku mengamalkan sesuatu. Kadang aku suka memilih-milih amanah yang diembankan mas’ul mas’ulah kita. Seakan dakwah ini milikku, dimana begitu manis aku dipanggil aktifis disana, dan dengan bebasnya aku memilah-milah.”
“Na. dimana biasa kulihat ghiroh yang membara di matamu? Istighfarlah Na, barangkali hal ini datangnya dari syaithan..”

“Is.. bahkan, aku merasa bangga saat orang-orang memanggilku da’i. aku bangga saat mereka membicarakan kiprahku di dunia dakwah. Aku bangga atas diriku, Tak dapat kututupi perasaan senangku saat aku mendapat penghormatan di mata orang-orang awam, seolah aku ini orang yang sempurna akhlaqnya, baik ibadahnya, serta luas pengetahuan agamanya. Hatiku serasa terbang, namun pada hakikatnya makin terpuruk pada kesuraman. Aku merasa nyaman dengan samua pujian itu, Is! Semakin lama penyakit riya’ dan sum’ah pun mulai menggerogoti niatku.. dan aku jadi terhindar dari rasa tenang yg hanya dimiliki oleh orang2 berseih. Sepertimu, Is. Belum lagi sifatku yang…”

“Cukup, Na! kumohon, jangan kau buat pedih hatiku mendengar kau mengelupas aibmu. Satu hal Na, aku sangat bangga mempunyai sahabat sepertimu..”

“Is? Tidakkah kau dengar apa yang baru kuakui padamu?”

“Na, menurutku, sangat jarang ada orang yang mau mengakui kelamahan dirinya sepertimu tadi. Bayangkan dan bersyukurlah, Allah telah membukakan mata hatimu untuk melihat semua kesalahan yg dilakukan hatimu. Tapi, Na.. banyak orang yang tidak menyadarinya! Banyak yg tidak menyadari bahkan nyaman dengan rasa bangga itu! Banyak yang tak peka, bahwa sebenarnya dirinya telah tunduk dibawah bayang-bayang riya’ dan sum’ah (ingin didengar). Mereka merasa diri mereka telah sukses menjadi panutan umat. mereka lupa, bahwa eksistensi yg sebenarnya adalah bersasarkan kapasitas, bukan senioritas atau ketenaran.. dan kau, Na, sahabatku yang dirahmati Allah, telah begitu merendahkan diri dan egomu sehingga mau menyadari bahwa engkau berkubang dalam kesalahan. Demi Allah Na, seandainya ada orang lain yg lebih dulu menyadarinya bahkan menegurmu lebih dulu, aku takkan mempercayainya..”

“Is! Maha Besar Allah yg telah menganugrahkan engkau kepadaku!!”

“Dan, Na, masih ada waktu untuk memperbaikinya. Jalan keluarnya bukan dengan lari dari jalur jihad dan lompat dari kereta dakwah ini. Lempengkan lagi niat, perbaharui iman dan semangat, serta bersungguh2 taubat dari hal-hal tadi. Bukankah begitu, ukhtiku sayang??”

“Mm..ya, kau benar. Meninggalkan estafet ini sama saja lari dari medan perang, dan Allah pasti akan melaknatnya. Is, Bantu aku!”

“tentu, Na. pasti. ingatkan aku juga selalu ya. Uhibbuk Fillah..”

“Uhubbuk fillah, abadan.”

*Allahumma, yaa muqollibal quluub, tsabit quluubanaa 'alaa diinika, wa tho'atika.. 
Lindungilah hamba-hambaMu dari kelalaian hati..

postheadericon Wanita Hebat Dibelakang Pria Hebat

Thomas Wheeler, CEO Massachusetts Mutual Life Insurance Company, dan istrinya sedang menyusuri jalan raya antarnegara bagian ketika menyadari bensin mobilnya nyaris habis. Wheeler segera keluar dari jalan raya bebas hambatan itu dan tak lama kemudian menemukan pompa bensin yang sudah bobrok dan hanya punya satu mesin pengisi bensin. Setelah menyuruh satu-satunya petugas di situ untuk mengisi mobilnya dan mengecek oli, dia berjalan-jalan memutari pompa bensin itu untuk melemaskan kaki.

Ketika kembali ke mobil, dia melihat petugas itu sedang asyik mengobrol dengan istrinya. Obrolan mereka langsung berhenti ketika dia membayar si petugas. Tetapi ketika hendak masuk ke mobil, dia melihat petugas itu melambaikan tangan dan dia mendengar orang itu berkata, “Asyik sekali mengobrol denganmu.”

Setelah mereka meninggalkan pompa bensin itu, Wheeler bertanya kepada istrinya apakah dia kenal lelaki itu. Istrinya langsung mengiyakan. Mereka pernah satu sekolah di SMA dan pernah pacaran kira-kira setahun.

“Astaga, untung kau ketemu aku,” Wheeler menyombong. “Kalau kau menikah dengannya, kau jadi istri petugas pompa bensin, bukan istri direktur utama.”

“Sayangku,” jawab istrinya, “Kalau aku menikah dengannya, dia yang akan menjadi direktur utama dan kau yang akan menjadi petugas pompa bensin.” (The Best Of Bits & Pieces, satu dari 71 Kisah dalam Buku Chicken Soup For The Couple’s Soul)
Monday, August 1, 2011

postheadericon Jangan Ambil Penglihatanku


Indahnya dunia dapat kumemandangnya
Syukur tlah kau beri penglihatanku ini
Walaupun terkadang dosa mengundang mata
Trus merasukiku untuk melupakanMu
mengganti kaji ayatMu dengan dosa kesenangan sementara.....
Kumemohon kepadaMu jangan ambil penglihatanku
Hitam kelam hanya gelap yang akan bertandang
Untuk yang kesekian kali berikan kessempatan lagi
Masih ingin aku melihat kebesaranMu
Allah jangan ambil penglihatanku
(-->  ketika mata yang memandang dunia mulai memudar buram menuju hitam, siapkah kita menerima semua karena gelap keabadian akan menyapa, apakah kita akan lakukan yang terbaik karena sebentar lagi cahaya tak lagi bicara ,hanya kenangan di kepala tentang merah,biru ,kuning yang tersisa dan akhirnya semua terlupa )

Adapted from “Jangan Ambil Penglihatanku”
A Nasyid by Tazakka





postheadericon Lomba..

Lomba

Hidup ini memang bisa dikatakan perlombaan. Jika disebut perlombaan, maka ada sesuatu yang diadu disini. Ada nilai yang menjadi standar, yang sama-sama dipacu untuk mencapai finish.
Banyak hal yang menjadi standardisasi. Katakanlah lomba lari, lomba balap karung, lomba makan kerupuk yang menomorsatukan kecepatan. Atau lomba menulis, lomba cerdas cermat, lomba tilawah qur'an, dan lain-lain yang mementingkan substansi. Semua perlombaan. Dan sangat lazim bagi sebuah perlombaan, untuk menelurkan pemenang.

Klasiknya, semenjak belum berbentuk apa-apa pun, kita sudah dipacu oleh lomba. Tentu tahu tentang kisah Sperma Sang Juara kan? Dan seterusnya, kita berlomba. Bersaing. Adu cepat, adu cerdas, adu kualitas, adu kuantitas. Dirumah, bersaing dengan saudara-saudara untuk merebut perhatian orangtua. Di jalanan. Masuk SMP, SMA, kuliah.. semua berpacu antara kecepatan, otak, dan mungkin sedikit keberuntungan.
Belum lagi yang berlomba dengan masalahnya. Selayaknya lomba lari, kucing-kucingan dari masalahnya sendiri. Padahal Allah sayang padanya, andai ia mau berbaik sangka, dan menyalami serta merangkul masalah tersebut sebagai kawan hidup. Untuk memetik hikmah darinya. Untuk mengupgrade bekal hidupnya. Untuk memelihara sabarnya.

Sampai akan mati pun, kebanyakan kita berlomba dengan maut atau penyakit. Siapa duluan kah, antara sel darah putih atau virus yang menguasai sistem tubuh kita. Siapa duluankah, antara sel kanker ganas dengan silet dokter bedah yang mengoyak organ kita.

Hidup ini mungkin seperti perlombaan.
Dan perlombaan mengajarkan kita apa artinya sportif. Bagaimana pedihnya kalah dan euforia kemenangan. Betapa penting artinya untuk terus mencoba. Menghargai kejujuran dan peraturan. Menghargai kebersihan proses untuk hasil yang baik. Hidup ini seperti perlombaan, hanya saja sebuah lomba yang panjang, melelahkan, penuh strategi. Jangan biarkan proses berlalu tanpa ada poin hikmah yang bisa kita ambil. Jangan biarkan proses melemahkan hasil. Selalu luruskan niat..

#yuk, fastabiqul khairat!