About Me

My Photo
Fitri Nusya
a sanguine girl. an art, cat, and culinary enthusiast.
View my complete profile

Followers

PITRINUSYA2011. Powered by Blogger.
Sunday, August 7, 2011

postheadericon Sudahkah saya ikhlas?

“Is?”

“Emm?”

“Apakah engkau punya waktu sebentar?”

“Mmm, tentu, jika itu untukmu..”

“Bersyukurnya diriku dianugrahkan sahabat sepertimu, Is.”

“Memangnya aku tidak? Walaupun kau bawel, cerewet, dan jail.hihi”

“Haha.. Emm,Is, boleh kita serius sekarang?”

“Hmm, ya, ya, maafkan aku. Nah, ada apa Na?”

“Aku capek, Is.”

“Hmm??”

“Aku lelah. Lebih baik aku mundur teratur.”

“Hei, ada apa ukhti??”

“Aku merasa tak mampu lagi mengemban amanah ini. Aku merasa diriku belum ahsan.. aku ..aku..aku takut kaburo maqtan, Is..”


“…..”

“Aku bicara begini dan begitu kepada peserta kajian, adik-adik mentor, bahkan pada teman-teman yang belum fahim. Mengulas hadist, mengutip ayat Al Qur’an. Mengatakan yang ini haram, sementara yang itu wajib. Membungkus auratku dengan jilbab panjang, dipermanis dengan manset dan kaus kaki. Sungguh lengkap hijab zhahirku. Tapi, hatiku Is.. tak jarang hati ini berangan-angan akan wajah si Akhi. Bahkan berandai-andai jikalau aku menjadi pendampingnya kelak..

“Na.. ..“

“Aku tak kuat Is! Walaupun mbak kita selalu berkata, da’i da’iyah itu takkan aman dari cobaan, fithnah dan gunjingan. Namun, apakah aku pantas disebut da’iyah? aku selalu berdo’a disetiap sujudku, agar Allah swt memberikan jalan lurus bagiku serta keistiqomahan di jalan ini. Namun, aku sadar bahwa ikhtiar itu hanya lisan semata! Seringkali aku terkapar lemah oleh nafsu dan kemalasan.. Hu..hu..”

“Hush..sudahlah Na, ayolah, hapus air matamu..”

“Sungguh,Is, dalam beberapa kesempatan kau pasti mendengar saat aku mengulas materi tentang Ikhlas dan riya’. Lancar sekali teori2 yang kupaparkan, tak ketinggalan dalil-dalilnya. Nyatanya, Is, aku kerap menghitung-hitung dahulu apa keuntungan duniawi yang dapat ku ambil saat aku mengamalkan sesuatu. Kadang aku suka memilih-milih amanah yang diembankan mas’ul mas’ulah kita. Seakan dakwah ini milikku, dimana begitu manis aku dipanggil aktifis disana, dan dengan bebasnya aku memilah-milah.”
“Na. dimana biasa kulihat ghiroh yang membara di matamu? Istighfarlah Na, barangkali hal ini datangnya dari syaithan..”

“Is.. bahkan, aku merasa bangga saat orang-orang memanggilku da’i. aku bangga saat mereka membicarakan kiprahku di dunia dakwah. Aku bangga atas diriku, Tak dapat kututupi perasaan senangku saat aku mendapat penghormatan di mata orang-orang awam, seolah aku ini orang yang sempurna akhlaqnya, baik ibadahnya, serta luas pengetahuan agamanya. Hatiku serasa terbang, namun pada hakikatnya makin terpuruk pada kesuraman. Aku merasa nyaman dengan samua pujian itu, Is! Semakin lama penyakit riya’ dan sum’ah pun mulai menggerogoti niatku.. dan aku jadi terhindar dari rasa tenang yg hanya dimiliki oleh orang2 berseih. Sepertimu, Is. Belum lagi sifatku yang…”

“Cukup, Na! kumohon, jangan kau buat pedih hatiku mendengar kau mengelupas aibmu. Satu hal Na, aku sangat bangga mempunyai sahabat sepertimu..”

“Is? Tidakkah kau dengar apa yang baru kuakui padamu?”

“Na, menurutku, sangat jarang ada orang yang mau mengakui kelamahan dirinya sepertimu tadi. Bayangkan dan bersyukurlah, Allah telah membukakan mata hatimu untuk melihat semua kesalahan yg dilakukan hatimu. Tapi, Na.. banyak orang yang tidak menyadarinya! Banyak yg tidak menyadari bahkan nyaman dengan rasa bangga itu! Banyak yang tak peka, bahwa sebenarnya dirinya telah tunduk dibawah bayang-bayang riya’ dan sum’ah (ingin didengar). Mereka merasa diri mereka telah sukses menjadi panutan umat. mereka lupa, bahwa eksistensi yg sebenarnya adalah bersasarkan kapasitas, bukan senioritas atau ketenaran.. dan kau, Na, sahabatku yang dirahmati Allah, telah begitu merendahkan diri dan egomu sehingga mau menyadari bahwa engkau berkubang dalam kesalahan. Demi Allah Na, seandainya ada orang lain yg lebih dulu menyadarinya bahkan menegurmu lebih dulu, aku takkan mempercayainya..”

“Is! Maha Besar Allah yg telah menganugrahkan engkau kepadaku!!”

“Dan, Na, masih ada waktu untuk memperbaikinya. Jalan keluarnya bukan dengan lari dari jalur jihad dan lompat dari kereta dakwah ini. Lempengkan lagi niat, perbaharui iman dan semangat, serta bersungguh2 taubat dari hal-hal tadi. Bukankah begitu, ukhtiku sayang??”

“Mm..ya, kau benar. Meninggalkan estafet ini sama saja lari dari medan perang, dan Allah pasti akan melaknatnya. Is, Bantu aku!”

“tentu, Na. pasti. ingatkan aku juga selalu ya. Uhibbuk Fillah..”

“Uhubbuk fillah, abadan.”

*Allahumma, yaa muqollibal quluub, tsabit quluubanaa 'alaa diinika, wa tho'atika.. 
Lindungilah hamba-hambaMu dari kelalaian hati..

0 comments: